Tingginya Harga Pupuk Subsidi Membuat Petani Kelimpungan

Probolinggo (desanews.id)  – Mulai Januari tahun ini, harga pupuk mengalami kenaikan. Meski begitu, para petani mengeluhkan adanya harga pupuk yang kerap di atas harga eceran tertinggi (HET) di salah satu daerah di Kabupaten Probolinggo.

Keluhan tersebut salah satunya diungkap diungkap oleh Halim, salah satu petani asal Desa Sumurdalam, Kecamatan Besuk. Ia menyebutkan bahwa beberapa waktu lalu ia membeli pupuk dengan harga yang hampir dua lipat dua dari HET di salah satu kios di Kecamatan Besuk. “Saya beli Rp 400 ribu per kuintal. Saya beli dua kuintal,” ujarnya.

Halim menegaskan bahwa pupuk dengan harga segitu, adalah pupuk jenis urea. Saat membeli, dia memang tidak dengan sitem paket atau sandingan dengan pupuk lainnya.

“Hanya Urea saja. Jadi tidak ada paket-paketnya. Harga segini kalau non-subsidi ya maklum, nah ini yang saya beli jelas ada labelnya subsidi,” ujarnya.

Tingginya harga puput diatas HET tersebut, tidak hanya dialami Halim. Hid, petani lainnya yang juga adalah teman dari Halim, mengaku mendapatkan harga yang sama. Padahal menurutnya, Halim dan Hid telah tercantum dalam elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (E-RDKK).

“Semuanya lengkap. Tapi itu harganya mahal. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan lain. Karena kebutuhan, ya saya beli saja. Tapi jelasnya itu sangat jauh dari harga yang ditetapkan pemerintah. Kami berharap pemerintah bisa melakukan kontrol terhadap hal ini. Kasihan petani kalau ada seperti ini,” ujarnya.

Sementara itu pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Probolinggo telah mendapatkan laporan perihal adanya kejadian harga tersebut. “Kami akan tindak lanjuti. Kami juga akan mencari informasi tentang kejadian tersebut. Sehingga jika memang kios yang menjual itu benar-benar melakukan, maka kami akan koordinasikan dengan pihak distributor,” beber Ridwan, Kasi Perdagangan Disperindag, Kamis (4/2/2021).

Nantinya, pihak distributorlah yang akan memberi sanksi. Bahkan dalam kejadian ini bisa berujung pidana.

Selain itu, dalam kejadian ini, Ridwan juga menduga adanya kenaikan harga pupuk dan pengurangan jatah dari pemerintah ini masih belum banyak diketahui oleh para petani. Sehingga tidak hanya perihal harga saja. Jika ini terus terjadi, istilah “pupuk langka” bisa jadi akan muncul lagi.

“Pupuk itu sebenarnya tidak langka. Hanya peraturan dari pusat itu jatahnya dikurangi. Misal harga dan jatah ini, para petani juga harus paham. Kemungkinannya di tingkat petani masih belum keseluruhan yang mengerti. Untuk kebijakan jatah pupuk itu, yang mengatur pemerintah pusat. Jadi, bukan dari pemerintah daerah,” ujarnya,

(dn/pr1/pp5)

Leave a Reply