Blitar, (DesaNews.ID)– Rencana pemerintah daerah Kabupaten Blitar akan membangun tempat pembuangan sampah di areal lahan hutan yang terletak di Dusun Klampok, Desa Pandanarum, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, ditentang warga.
Hampir seluruh warga desa Pandanarum menolak adanya rencana pendirian bangunan pembuangan sampah yang dikhawatirkan akan menimbulkan pencemaran tanah dan membawa dampak buruk. Kekhawatiran tersebut bukan hanya terjadinya kerusakan ekosistem namun juga mengancam kesehatan warga sekitar.
Keresahan warga Pandanarum cukup beralasan dengan adanya rencana akan dibangunnya tempat pembuangan sampah. Dengan penumpukan sampah, akan mengakibatkan areal disekitar kotor, tanah gersang karena sampah sampah mengeluarkan zat berbahaya meresap kedalam tanah serta mempengaruhi kualitas air. Dan yang sangat dikhawatirkan oleh warga, tumpukan sampah bisa menjadi sumber penyakit terutama pada saat musim hujan.
Adanya informasi rencana pembangunan tempat pembuangan sampah di desanya, Ahmad Mujaibir, penggiat sosial yang masih konsisten dan terus melakukan pendampingan terhadap lingkungan mulai 1999 sampai saat ini, menyampaikan kepada pihak yang berhubungan dengan adanya pembangunan tersebut untuk menghentikan rencananya.
“Kami bersama masyarakat desa Pandanarum menentang keberadaan pembangunan TPA (Tempat Pembuangan Akhir:red). Banyak persoalan sampah yang akan ditimbulkan dan mempunyai dampak merugikan terhadap lingkungan akan terjadi, kalau kita menerima pembangunan TPA,” tegas Ahmad Mujaibir kepada HarianForum.com (24/12).
Ditemui di areal kawasan hutan di desa Pandan Arum, Ahmad Mujaibir juga mengungkapkan selain rencana pembangunan tempat pembuangan akhir, saat ini dirinya bersama teman teman baik yang berada di lembaga masyarakat desa hutan atau LMDH maupun komunitas Pandanarum Nandur atau Pandur, melakukan pendampingan keselamatan lingkungan terhadap tindakan perluasan lahan untuk penanaman tebu di kawasan hutan di desanya. Pengalamannya pada saat aktif di beberapa lembaga swadaya masyarakat, dirinya terus menerus menggalang kekuatan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, bersama sama membebaskan desanya dari lahan penanaman tebu.
“Semua yang peduli dengan lingkungan kita rangkul untuk bersama menjadikan desa Pandanarum tidak ada lahan tebu. Pandanarum itu masuk zona merah, artinya termasuk daerah rawan bencana, maka lingkungan harus dijaga. Dan salah satu potensi terjadinya bencana karena selama ini hutan banyak yang gundul. Maka kami dan teman teman bergerak dengan masyarakat menjaga secara bersama sama. Dan teman teman LMDH di beberapa desa lainnya juga melakukan hal yang sama, menutup rapat peluang untuk perluasan lahan kawasan hutan untuk penanaman tebu,” ungkapnya.
Aktifis pada masa reformasi 1998 yang selalu ikut aksi turun jalan bersama teman teman di kampusnya, meminta kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk lebih serius dalam melakukan kebijakan yang terkait penyelamatan lingkungan hidup terutama kawasan hutan, serta berkomitmen lebih memperhatikan kelestarian untuk menghindari kerusakan lingkungan.
“Di kawasan hutan ini, ada situs Jaka Tarub merupakan peninggalan sejarah, mempunyai nilai sejarah bangsa yang sangat tinggi. Maka kami meminta kepada pemerintah daerah, menyampaikan kepada pemerintah pusat untuk ikut menjaga peninggalan benda benda bersejarah yang berada di kawasan hutan di desa Pandanarum, serta membuat hutan lindung.cKarena dengan adanya hutan lindung, bisa tercipta suasana lingkungan yang sejuk, ramah dan nantinya masyarakat bisa menikmati alam yang lestari,” pungkasnya,
(Hum/Ardy)