Lebak, (desanews.id) – Produksi padi gogo atau padi huma di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, hingga kini masih dilestarikan dan menjadikan andalan ketahanan pangan masyarakat di daerah itu.
“Kita terus mengembangkan pertanian padi gogo guna memenuhi pangan dan peningkatan ekonomi petani,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Rahmat Yuniar di Lebak, Selasa.
Produksi padi gogo di Kabupaten Lebak pada tahun 2020 menyumbangkan ketahanan pangan sebanyak 41 ribu ton gabah kering pungut (GKP) dengan panen seluas 13.912 hektare dan tanam 6.616 hektare.
Produksi sebanyak 41 ribu ton GKP itu, kata dia, jika diakumulasikan menjadi beras diperkirakan sekitar 35 ribu ton setara beras dan mereka petani yang mengembangkan padi gogo di lahan darat.
Kebanyakan masyarakat yang mengembangkan pertanian padi gogo dari 28 kecamatan, mereka warga kesepuhan Sunda yakni adat Kkaolotan dan Baduy.
Bahkan, masyarakat Baduy hingga kini pertahanan pangan keluarga dari pertanian padi gogo dengan alasan mempertahankan tradisi leluhur.
Mereka masyarakat Baduy menanam padi huma di lahan perbukitan, karena dipastikan lahannya subur hingga bisa mencapai produktivitas empat ton/GKP/hektare.
Selain itu juga tanaman padi gogo lebih murah biaya produksinya dibandingkan padi sawah. Karena tidak membutuhkan ketersediaan air juga tanpa menggunakan pupuk kimia.
“Kami tetap melestarikan padi gogo dengan masa panen selama enam bulan dari hari setelah tanam (HST). Guna membantu ketersediaan pangan keluarga, terlebih saat ini pandemi COVID-19,” katanya menjelaskan.
Pertanian Padi Gogo Dapat Menyumbang Ketahanan Pangan
Sementara itu, Mulyadi (55) petani warga Sobang Kabupaten Lebak mengatakan selama ini pertanian padi gogo dapat menyumbang ketahanan pangan keluarga dan mereka tidak menjual gabah maupun beras jika panen raya.
Saat ini, kata dia, kebanyakan tanaman padi gogo di sini sudah memasuki usia tanam tiga bulan dan panen awal April 2021.
“Kita panen panen padi huma dan mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan keluarga,” katanya.
Ia menyebutkan, dirinya menanam padi huma seluas setengah hektare dan menghasilkan 70 ikat padi (geugeus).
Pertanian padi gogo masih tradisional dan jika panen butir-butir gabah dipotong menggunakan alat ani-ani.
Petani mengembangkan padi huma dengan sistem tumpang sari bersama pertanian palawija dan sayuran.
“Kami bercocok tanam padi gogo itu melestarikan tradisi kesepuhan untuk pertahan pangan keluarga dan panen setahun satu kali musim,” ujarnya,
(dn/lr1/ll4)