DesaNews.id, Malang—kususnya Desa Sumberagung Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang tidak saja menyimpan historis peradaban masa lalu, tetapi potensi perkebunan juga ada, salah satunya budidaya kopi. Areal perkebunan kopi tersebut, secara administratif berada di Desa Sumberagung, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
Dikatakan Kepala Desa Sumberagung Suhartono, ada sekitar 240 hektar lahan di lereng Gunung dan perbukitan, dialihkan menjadi perkebunan kopi. Secara keseluruhan, ada 870 petani yang menggarap perkebunan kopi di daerah itu, dan 780 petani berstatus warga Desa Sumberagung, sedangkan 90 petani lainnya berdomisili diluar Desa Sumberagung.
“Rata-rata petani mengolah lahan sekitar 0,25 hektar. Ada 4 jenis kopi yang dibudidayakan petani, kopi robusta, tipica (kopi jawa), arabica dan exelca,” jelas Suhartono.
Dari 4 jenis yang dibudidayakan, kopi robusta paling mendominasi, yaitu sekitar 85 persen lahan perkebunan atau sekitar 204 hektar. Sedangkan kopi tipica, arabica dan exelca, masing-masing sekitar 5 persen atau sekitar 12 hektar.
Menurut orang nomer satu di Desa Sumberagung ini, masa panen petani berbeda-beda, tergantung jenisnya. Kopi robusta dipanen pada bulan agustus hingga september, kopi tipica dan arabica dipanen di bulan mei, sedangkan kopi exelca dipanen bulan oktober.
Lebih lanjut, mayoritas hasil budidaya kopi dijual kepada para pedagang lokal, sedangkan yang dijual berstatus kopi basah. Terkait pengiriman, kopi dikirim oleh pedagang lokal ke Jombang dan Malang. Kendala non teknis para petani adalah rendemen. Harga jual kopi tipica dan arabica bisa jatuh mencapai Rp 3.500,- per kilogram. Sedangkan harga jual kopi robusta dan exelca masih bisa dikatakan dalam posisi landai.
Memang ada kopi yang dikeringkan oleh petani, namun jumlahnya sangat kecil. Kopi tersebut sengaja dikeringkan sendiri untuk memenuhi kebutuhan warung u rumah tangga.
“Rata-rata dalam 1 hektarnya, petani bisa memanen 3 ton kopi basah untuk hasil paling rendah, 6 ton kopi basah untuk hasil paling tinggi. Tiap 1 kilogram, kopi basah dijual Rp 5.000,- kepada pedagang lokal,” ungkap Hartono.
(Ardy)