SOLO, (desanews.id) Konflik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang tak berujung mengundang keprihatinan tersendiri bagi para abdi dalem. Keprihatian itu juga tak lepas kejadian terkurungnya adik Raja Hangabehi atau Putri Paku Buwono (PB) XII dan Putri Raja PB XIII.
Yakni GKR Wandansari alias Koesmoertiyah (Gusti Moeng) dan GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani yang sempat terkurung di dalam Keraton Solo selama tiga hari.
Terkurungnya dua orang putri Raja di dalam keraton tersebut memantik dukungan terhadap para abdi dalem. Terutama prajurit keraton yang telah mengabdi selama 30 tahun.
Tak hanya praturit keraton, dukungan juga mengalair dari Paguyuban Kawula Karaton Surakarata (PAKASA) yang tersebar dari berbagai wilayah.
Dukungan yang telah beredar di media sosial ini pun datang dari abdi dalem konco kaji Keraton Surakarta yang berisi para ulama-ulama keraton yang mendukung sepenuhnya kepada Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Surakarta pimpinan Gusti Moeng.
Mereka berharap Gusti Moeng untuk segera mengelola, melestarikan dan mengembangkan budaya yang bersumber dari Keraton Surakarta.
Apalagi saat terkurung, istri dari Kanjeng Pangeran Eddy Wirabumi ini sempat mengabadikan kondisi keraton saat ini yang disebutnya sudah sangat mengkhawatirkan dengan banyaknya kerusakan di bangunan cagar budaya tersebut.
Menanggapi derasnya dukungan pada dirinya, Gusti Moeng mengatakan, konflik internal ini bisa selesai bila pihak-pihak yang tidak berkepentingan apalagi yang tidak memiliki darah dalem (Trah Mataram) untuk tidak ikut berkomentar dalam permasalahan internal Keraton Surakarta.
“Sesuai dangan arahan Kapolresta Solo yang menyampaikan bahwa ini masalah keluarga. Maka di permasalahan ini dikembalikan kepada keluarga. Jadi apabila ada orang yang mengatas namakan dawuh si A si B sebaiknaya tidak berkomentar. Karena yang bersangkutan tidak punya kapasitas apa-apa sebagai keluarga,” kata Gusti Moeng, Minggu (21/2/2021).
Menurut dia, apabila orang-orang yang tidak memiliki ikatan darah tetap berkomentar dan ikut campur di urusan internal keraton maka konflik ini tidak mungkin bisa selesai.
“Ini adalah permasalahan internal keluarga Keraton Surakarta. Maka sebenarnya orang (tak memiliki ikatan darah dengan keraton) tersebutlah yang sesungguhnya memepekeruh suasana keraton surakarta yang berdampak pada redupnya citra Keraton Surakarta.,” katanya.
Tak sampai disitu saja, kata Gusti Moeng, bagi oknum-okmum yang menghalangi pertemuan antara kakak dan adik juga menghambat komusikasi untuk terjadinya perdamaian.
“Saya berharap bagi semua pihak yang tidak berkepentingan dalam hal ini adalah yang bukan darah dalem untuk tidak ikut campur dalam permasalahan internal Karaton Surakarta. Supaya keraton kembali bersinar aktivitas budaya juga kembali normal,” ujarnya.
(DD1/DN)