Pertanian Hemat adalah Harga Mati

Jakarta, (desanews.id) – Boleh saja tidak percaya, tapi berita yang menakutkan ini adalah prediksi para pakar di bidangnya. Pada tahun 2050 sumberdaya alam di dunia tak akan lagi mampu memproduksi cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia! Manusia telah mengeksploitasi dunia ini secara berlebihan, melalui teknologi (yang sering tidak memedulikan kondisi lingkungan) akibat peningkatan permintaan dan konsumsi, khususnya di negara-negara kaya. Jangan juga dilupakan, dampak serius akibat manajemen pemanfaatan sumberdayaan alam yang buruk. 

Lalu bagaimana pertanian? 

Populasi penduduk dunia pada tahun 2050 akan mendekati 10 milyar jiwa sehingga permintaan terhadap bahan makanan meningkat 70 persen dibandingkan tahun 2017. Para scientist memperkirakan kapasitas dunia dengan lahan yang bisa ditanami seluas 1,4 milyar hektar hanya akan mampu memberi makan 10 milyar manusia. Itulah limit populasi manusia dunia yang bisa didukung dengan sumberdaya pertanian yang tersedia. 

Tahun 2050 itu sudah begitu dekat, hanya satu generasi dari sekarang, oleh karena itu situasi sulit  tersebut mungkin akan dialami oleh anak cucu kita. Itu kalau teknologi pertanian belum berubah dan pola makan, terutama  pola makan masyarakat di negara barat (yang sudah maju) tidak berubah.

Dari sisi sumberdaya, jika pola makan masyarakat di negara barat itu berubah, menjadi vegetarian atau hanya mengonsumsi sedikit produk ternak, akan setara dengan memberi makan 2,5 milyar penduduk dunia di kawasan lainnya. Daging itu proses produksinya tidak efisien dan menyedot sumberdaya alam dunia jauh lebih besar dibandingkan dengan proses produksi tanaman. 

Dunia telah banyak kehilangan top soil yang merupakan kunci dalam produksi pertanian, sebesar 75 milyar ton setahun. Sepertiga top soil, yaitu lapisan teratas tanah setebal 2-5 cm yang kaya bahan organik dan mikro organisme itu, telah hilang hanya dalam waktu 40 tahun. Kehilangan terus berlanjut dengan laju yang lebih tinggi.

Menurut Professor Cribb, kelangkaan air, tanah dan energi serta meningkatnya permintaan terhadap bahan pangan akibat pertumbuhan ekonomi, akan mengakibatkan kekurangan pangan pada tahun 2050. Pada tahun 2030 harga jagung dan beras akan meningkat masing-masing sebesar 180 dan 130 persen. Semuanya ini adalah prediksi berdasarkan kondisi saat ini tanpa memperhitungkan perubahan teknologi yang sekarang terus berlangsung.

Jason Clay, Vice President WWF, 2013, mengatakan kekurangan bahan pangan memicu konflik, migrasi dan bahkan perebutan untuk akses ke bahan pangan dan air. Menurut Profesor Usha Haley, populasi penduduk dan konsumsi merupakan tekanan kuat terhadap kapasitas regeneratif keseluruhan ekosistem di bumi ini. 

Kuncinya ada pada manusia. Pola hidup dan manajemen pemanfaatan sumberdaya alam adalah faktor utama. Saat ini, tahun 2021, tidak kurang dari separuh bahan pangan terbuang menjadi sampah sebelum sampai ke konsumen.

Sebanyak 90 milyar ton sumberdaya alam diekstrak untuk memberi makan manusia pada tahun 2015, dan diperkirakan akan mencapai dua kali lipat pada periode 2015-2050. Hutan di dunia bisa hilang pada akhir abad ini dan dalam 26 tahun ke depan seafood akan habis.

Masa depan pertanian tidak lain harus mengarah pada sistem pertanian hemat air, hemat lahan dan hemat input termasuk energi. Teknologi biologis, dan budidaya hemat lahan, optimasi pemanfaatan lahan secara bijak, pola konsumsi dan peningkatan kepedulian masyarakat akan lingkungan harus menjadi fokus dalam pembangunan pertanian. Upaya ini menuntut keterlibatan dan kepedulian semua pihak dalam produksi maupun konsumsi bahan pangan. Prosesnya memerlukan waktu panjang sehingga sosialisasinya harus menjadi prioritas dan dilakukan segera.

Pertanian adalah salah satu bidang industri yang mengalami penurunan minat. Dengan populasi petani yang semakin menua, kita berpacu dengan waktu untuk menjadikan pertanian menjadi atraktif bagi kaum muda.  

Dalam hal pemeliharaan lingkungan, kita telah berperilaku jauh lebih baik dari pada mereka yang ada di negara maju. Tidak boros mengekstrak sumberdaya alam dan tidak pula terbiasa dengan pola hidup yang boros sumberdaya alam. Semoga.

(Disarikan dari berbagai sumber)

Leave a Reply