JAKARTA, (desanews.id) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Bhumi Prasaja tahun 2014-2016 Rasjid Ansharry Aladin sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resulusi Tinggi (CSRT) pada Selasa (9/3/2021).
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Rasjid diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) 2014-2016 Priyadi Kardono.
“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PRK (Priyadi Kardono),” kata Ali, dalam keterangan tertulis, Selasa (9/3/2021).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yakni mantan Kepala BIG Priyadi Kardono dan mantan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara LAPAN Muchamad Muchlis.
Priyadi dan Munchlis diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dalam pengadaan tersebut.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 179,1 miliar.
Perkara ini bermula pada 2015 ketika BIG menjalin kerja sama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.
Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah sepakat melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan pemerintah.
“Sebelum proyek mulai berjalan, ini telah diadakan berapa kali pertemuan dan dilakukan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN dan juga perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan sebelumnya,” kata Lili.
Perusahaan calon rekanan itu adalah PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja, pertemuan digelar untuk membahas pengadaan CSRT.
Selanjutnya, atas perintah para tersangka, penyusunan dokumen Kerangka Acuan Kerja sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan dua perusahaan di atas agar ‘mengunci’ spesifikasi dari peralatan CSRT.
“Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka ini juga diduga memerintahkan para stafnya melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses quality control,” kata Lili.
Atas perbuatannya, Priyadi dan Muchlis disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(boy/dn)