Jakarta, (desanews.id) – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Abdul Wachid tidak mempersoalkan jika pemerintah hanya melakukan impor untuk kebutuhan gula bagi industri makanan dan minuman.
Namun, lanjut dia, akan bermasalah bila import juga memasukan gula konsumsi yang sebenarnya masih berlimpah stocknya.
“Pemerintah silahkan Import gula Rafinasi untuk Industri mamin, namun perlu diingat bahwa gula produksi tahun 2020 milik pabrik gula dan milik petani, juga milik para pedagang masih cukup banyak, ada sekitar 200 ribu Ton lebih, yang sampai sekarang masih belum laku, karena pasarnya sepi,” kata Wakil Ketua Umum DPP HKTI Bidang Perkebunan dan Kehutanan ini kepada wartawan, Jumat, (29/1/2021).
Sementara itu, ungkap dia, gula milik petani PTPN X di jual dengan harga Rp10.600 kg tidak ada yang mau beli.
“Para pedagang tidak mau ada yang beli, karena para pedagang gulanya juga masih menumpuk. Jadi kalau ada yang mengatakan gulanya Rafinasi stoknya menipis saya berharap Presiden Jokowi perintahkan Menperin untuk pabrik gula Rafinasi beli gula petani saja,” tegas Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah ini.
Wachid juga menilai, imbas merembesnya gula import jenis rafinasi berefek pada skema harga gula dipasaran. Akibatnya, kata dia, para petani tebu menjerit karena gula yang mereka produksi harganya terjun bebas karena tidak sebanding dengan biaya produksi yang banyak membutuhkan pupuk.
“Karena petani tebu panen tebu tahun 2020 harga gulanya tidak menarik. Itupun tidak laku sampai sekarang. Sedangkan Pemerintah melalui Menteri Pertanian menaikkan harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk subsidi. Ini namanya, sudah jatuh ketiban tangga,” lirihnya.
“Sekarang sudah bulan Januari, para petani butuh mengolah memupuk tebunya. Sedang gulanya tidak laku, petani cari KUR juga tidak semudah seperti para pengusaha cari kredit, mohon Pemerintah hadir dalam masalah pergulaan ini,” tandasnya,
(Dn/jr4/jj6)